LINCAK, RASIL KARYA VERNACULAR MASYARAKAT PEDESAAN JAWA
Abstract
Lincak, sebagai salah satu benda yang selalu ada dalam rumah
pedesaan Jawa, khususnya di Yogyakarta, selain fungsional sebagai
perangkat rumah tangga, juga mengandung makna filosofis. Lincak
merupakan kursi panjang terbuat dari bambu, yang berfungsi sebagai
tempat duduk, santai dan tiduran. Bambu yang dirangkai dengan bilahan
bilahan berongga pada sandaran dan tempat duduk, sebagai fungsi sirkulasi
udara, mempunyai karakter yang memberikan rasa "dingin".
Rangkaian kontruksi dengan sisitem "knock down"" dan tersusun silangmenyilang,
mencerminkan suatu "keindahan". Pengatasan teknologi yang
.menyatu dengan perilaku alam, tercermin dari perhitungan pemotongan
bambu untuk lincak dilakukan pada saat "mangsa kesanga", atau saat
setelah musim hujan selesai. Dengan tanda-tanda saat hewan kecil "hama
bubuk", pemakan bambu'" pemakan bambu manghilang masuk kedalam
tanah. Dengan memperhatikan eara pengolahan bambu berdasarkan aturan
adat turun-temurun, "usia pakai" lincak dapat bertahan lebih dari 10
tahun. Secara proses produk, sistem teknologi, sistern struktur dan
dimensi lincak "standard", merupakan hasil karya yang turun-temurun,
perubahan hanya terjadi pada modifIkasi pada ornament, finishing dan
perkuatannya. Lincak dengan fungsi pemakaian untuk lingkungan
"modern" , sudah tidak lagi memperhatikan proses-proses berdasarkan
adat, hal yang menonjol yang masih perlu dipertahankan adalah struktur
"knock down" dan anyaman bambunya.
pedesaan Jawa, khususnya di Yogyakarta, selain fungsional sebagai
perangkat rumah tangga, juga mengandung makna filosofis. Lincak
merupakan kursi panjang terbuat dari bambu, yang berfungsi sebagai
tempat duduk, santai dan tiduran. Bambu yang dirangkai dengan bilahan
bilahan berongga pada sandaran dan tempat duduk, sebagai fungsi sirkulasi
udara, mempunyai karakter yang memberikan rasa "dingin".
Rangkaian kontruksi dengan sisitem "knock down"" dan tersusun silangmenyilang,
mencerminkan suatu "keindahan". Pengatasan teknologi yang
.menyatu dengan perilaku alam, tercermin dari perhitungan pemotongan
bambu untuk lincak dilakukan pada saat "mangsa kesanga", atau saat
setelah musim hujan selesai. Dengan tanda-tanda saat hewan kecil "hama
bubuk", pemakan bambu'" pemakan bambu manghilang masuk kedalam
tanah. Dengan memperhatikan eara pengolahan bambu berdasarkan aturan
adat turun-temurun, "usia pakai" lincak dapat bertahan lebih dari 10
tahun. Secara proses produk, sistem teknologi, sistern struktur dan
dimensi lincak "standard", merupakan hasil karya yang turun-temurun,
perubahan hanya terjadi pada modifIkasi pada ornament, finishing dan
perkuatannya. Lincak dengan fungsi pemakaian untuk lingkungan
"modern" , sudah tidak lagi memperhatikan proses-proses berdasarkan
adat, hal yang menonjol yang masih perlu dipertahankan adalah struktur
"knock down" dan anyaman bambunya.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.9213
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Social Media:
Jurnal Cakrawala Pendidikan by Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan UNY is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Based on a work at https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/index.