RESENSI BUKU REFORMASI PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH
Abstract
Bidang pendidikan, selain terabaikan,
juga sangat meminggirkan wong cilik, walaupun
sebagian anak-anak mereka
mernpunyai inner motivation yang cukup
tinggi untuk belajar dm maju. Hal ini sempat
direkarn dalam salah satu perjalanan seorang
cendekiawan serta pendidik, Jalaluddk
Rakhrnat, yang produktif dengan berbagai
karya bermutu dalam beragam topik kajian,
sernpat menuliskan:
. . . aku terkejut ketika kaca mobillcu diketuk
oleh jari-jari kCcil. Di luar hujan deras. Lewat
ka~ay ang remang-remang aku melihat anak
kecil yang menggigil kedinginan. Tubuhnya
basah kuyup. Arlojiku menunjukkan pukul
dua dinihari. "Pak, ini tauco seribu tiga. Beli,
pak, buat bayar uang sekolah, suaranya
(1998: 182).
Realita ini mengungkap berbagai
ketimpangan yang berlaku sejak zaman orla,
serta makin bertambah parah pada masa orba.
Untuk lebih jelasnya tolong dikaji karya Revrisond
Baswir el. al. (1999). Semua ini akan
dicoba diselesaikan melalui kajian reformasi
dalam konteks otonomi daerah seperti yang
disajikan Fasli Jalal dm Dedi Supriadi..
Dengan berbagai keterbatasan yang ada,
tulisan ini akan mencoba menyajikan berbagai
problema yang berkaitan dengan reformasi
pendidikan dalarn konteks otonomi daerah
yang disajikan Fasli Jal J dan Dedi Suprijadi.
Untuk mengatasi hal itu kunci utarnanya
adalah perbaikan pendidikan yang sejak
mereka terbaikan. Paling mudah hal ini tercermin
dengan minimnya dana pendidikan yang
disediakan. Sedangkan sejak diletakkan fondasi
orba, telah dibuat TAP MPRS No.
XXVIII 1966 yang menetapkan anggaran
pendidikan sebesar 25%. Hanya anggaran
pendidikan Indonesia tidak pernah melampaui
7% sepanjang masa orba (A. Syafii
Maarif, 2001 : 1 )
Nampaknya para petinggi pendidikan
asyik dengan berbagai proyek. Atau mereka
yang berwewenang dalam bidang pendidikan,
hanya sibuk bergulat dengan kurikulurn atau
mengganti nama sekoiah, SMP menjadi SLTP
serta sejenisnya. Sernentara mutu pendidikan
makin merosot, dan penghasilan guru atau
dosen makin melorot. Indonesia seakan-akan
berlari di tempat, sementara negara jiran, atau
tetangga seperti Malaysia, makin berkernbang
serta bermutu dunia pendidikannya. Akibatnya
Indonesia makin kekurangan SDM yang
bermutu dm kekurangan ini diisi orang asing
sehmgga mereka berjumlah sekitar 7000 orang.
Menariknya semua mereka mernpunyai gaji
lebih tinggi dibandingkan gaji 4 juta PNS?
Tinjauan kritis pendidikan masa orla dan orba
perlu lebih disajikan lagi secara kritis dan
objektif sehingga pemecahan yang lebih
bermakna
juga sangat meminggirkan wong cilik, walaupun
sebagian anak-anak mereka
mernpunyai inner motivation yang cukup
tinggi untuk belajar dm maju. Hal ini sempat
direkarn dalam salah satu perjalanan seorang
cendekiawan serta pendidik, Jalaluddk
Rakhrnat, yang produktif dengan berbagai
karya bermutu dalam beragam topik kajian,
sernpat menuliskan:
. . . aku terkejut ketika kaca mobillcu diketuk
oleh jari-jari kCcil. Di luar hujan deras. Lewat
ka~ay ang remang-remang aku melihat anak
kecil yang menggigil kedinginan. Tubuhnya
basah kuyup. Arlojiku menunjukkan pukul
dua dinihari. "Pak, ini tauco seribu tiga. Beli,
pak, buat bayar uang sekolah, suaranya
(1998: 182).
Realita ini mengungkap berbagai
ketimpangan yang berlaku sejak zaman orla,
serta makin bertambah parah pada masa orba.
Untuk lebih jelasnya tolong dikaji karya Revrisond
Baswir el. al. (1999). Semua ini akan
dicoba diselesaikan melalui kajian reformasi
dalam konteks otonomi daerah seperti yang
disajikan Fasli Jalal dm Dedi Supriadi..
Dengan berbagai keterbatasan yang ada,
tulisan ini akan mencoba menyajikan berbagai
problema yang berkaitan dengan reformasi
pendidikan dalarn konteks otonomi daerah
yang disajikan Fasli Jal J dan Dedi Suprijadi.
Untuk mengatasi hal itu kunci utarnanya
adalah perbaikan pendidikan yang sejak
mereka terbaikan. Paling mudah hal ini tercermin
dengan minimnya dana pendidikan yang
disediakan. Sedangkan sejak diletakkan fondasi
orba, telah dibuat TAP MPRS No.
XXVIII 1966 yang menetapkan anggaran
pendidikan sebesar 25%. Hanya anggaran
pendidikan Indonesia tidak pernah melampaui
7% sepanjang masa orba (A. Syafii
Maarif, 2001 : 1 )
Nampaknya para petinggi pendidikan
asyik dengan berbagai proyek. Atau mereka
yang berwewenang dalam bidang pendidikan,
hanya sibuk bergulat dengan kurikulurn atau
mengganti nama sekoiah, SMP menjadi SLTP
serta sejenisnya. Sernentara mutu pendidikan
makin merosot, dan penghasilan guru atau
dosen makin melorot. Indonesia seakan-akan
berlari di tempat, sementara negara jiran, atau
tetangga seperti Malaysia, makin berkernbang
serta bermutu dunia pendidikannya. Akibatnya
Indonesia makin kekurangan SDM yang
bermutu dm kekurangan ini diisi orang asing
sehmgga mereka berjumlah sekitar 7000 orang.
Menariknya semua mereka mernpunyai gaji
lebih tinggi dibandingkan gaji 4 juta PNS?
Tinjauan kritis pendidikan masa orla dan orba
perlu lebih disajikan lagi secara kritis dan
objektif sehingga pemecahan yang lebih
bermakna
DOI: https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.8788
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Social Media:
Jurnal Cakrawala Pendidikan by Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan UNY is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Based on a work at https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/index.