Hibridisasi tari klasik dan teknologi: Drama koreografi “Sang Pangeran Mangkubumi” karya Anter Asmorotedjo sebagai representasi evolusi tari postmodern

Danang Anikan Fajar Surya Sukro Manis, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

Abstract


Seni tari memiliki sejarah panjang dan berkembang seiring perkembangan jaman yang menyertainya. Bentuk perkembangan karya tari dalam posmodernisme yang sering dipakai untuk obyek inovasi adalah pemakaian teknologi dalam praktiknya. Revolusi industri 5.0 juga turut mempengaruhi cepatnya laju perkembangan teknologi dan pemanfaatannya dalam proses berkesenian yang selanjutnya disebut sebagai budaya teknologi. Perkembangan jaman menuntut perubahan dalam proses berkesenian, salahsatunya melalui proses hibridisasi. Hibidisasi membawa berbagai perubahan, tak terkecuali sistem tata nilai. Tata nilai dari berbagai sumber saling berbenturan dan berakulturasi, sehingga menciptakan hibridisasi budaya, tidak terkecuali dalam perkembangan seni tari. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian Hibridisasi karya tari dan teknologi dalam drama koreografi Sang Pangeran Mangkubumi yaitu kualitatif interpretif dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang digambarkan sebagai salah satu cara ekplorasi dan klarifikasi kasus untuk mengangkat fakta aktual dengan interpretasi rasional. Berangkat dari kegelisahan inilah tulisan ini bertolak. Kegelisahan akan terpinggirkannya nilai konserfatif seni tari di era borderless ini membawa pada satu pertanyaan nilai ini bisa bertahan atau justru akan tergeser oleh tata nilai baru. Kajian dari tulisan ini diharapkan bisa memberikan wawasan tentang perkembangan seni tari berkolaborasi dengan beragam dukungan teknologi dan budaya teknologi berkembang di Indonesia.

Kata kunci: hibridisasi, tari klasik, drama, koreografi, evolusi tari postmodern

 

Hybridization of classical dance and technology: Choreography drama "Sang Pangeran Mangkubumi" by Anter Asmorotedjo as a representation of postmodern dance evolution

 

Abstract

Dance art has a long history and has evolved with the passage of time. One form of dance development in postmodernism that is often used for innovative purposes is the use of technology in its practice. The 5.0 industrial revolution has also influenced the rapid pace of technological development and its utilization in the artistic process, which is then referred to as technological culture. The development of time demands changes in the artistic process, one of which is through the process of hybridization. Hybridization brings various changes, including changes in value systems. Values from various sources collide and acculturate, creating a hybridization of culture, including in the development of dance art. The research method used in the study of Hybridization of Dance and Technology in the choreography drama "Sang Pangeran Mangkubumi" is interpretive qualitative research, and the method used is a descriptive method, described as one way of exploring and clarifying cases to present actual facts with rational interpretations. It is from this concern that this paper departs. The concern about the marginalized value of conservative dance art in this borderless era raises a question of whether this value can survive or will be displaced by new value systems. The study presented in this paper aims to provide insights into the development of dance art collaborating with various technological support and the development of technological culture in Indonesia.

Keywords:  hybridization, classical dance, drama, choreography, postmodern dance evolution


Keywords


seni tari, dance art, postmodern, hibridisasi, dance performance

Full Text:

PDF

References


Ardianto, D. T., & Riyanto, B. (2020). Film tari; sebuah hibridasi seni tari, teknologi sinema, dan media baru. Mudra, 35(1). 112–116. https://doi.org/10.31091/mudra.v35i1.856.

Bhabha, H. K. (1994). Of mimicry and man: The ambivalence of colonial discourse. The location of culture.

Bungin, B. (2012). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Condronegoro, C. (1995). Busana Adat Kraton Yogyakarta 1877-1937: Makna dan fungsi dalam berbagai upacara. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Creswell. J. W. (2013). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. (terjemahan Ahmad Fawaid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dusek, J. B. (1996). Adolescent development and behavior (3rd ed.). Prentice-Hall, Inc

Hadi, Y. S. (2013). Tari klasik gaya Yogyakarta legitimasi warisan budaya. Yogyakarta: Lembah Manah.

Hutnyk, J. (2005). Hybridity, ethnic and racial studies, 28(1), 79-102. 10.1080/0141987042000280021.

Nuraini, I. (2011). Tata rias dan busana, wayang orang gaya Surakarta. Yogyakarta: ISI Yogyakarta.

Petrus, D. I. (2014). Fashion sebagai komunikasi identitas sub budaya (Kajian fenomenologis terhadap komunitas Street Punk Semarang). Jurnal Ilmu Komunikasi. 3(1). https://ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksiarticle/ view/ 8207.

Rezqia, I. (2019). Budaya hibrid dalam pagelaran wayang (Studi pada komunitas Wayang Klithih Yogyakarta). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Shah, M. (2016). Cultural hybridity: A postcolonial concept. IJELLH, 7(4).

Soedarsono, S. (1972). Djawa dan Bali, dua pusat perkembangan dramatari tradisional di Indonesia. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Spradley, J. P. (2006). Metode etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiarti, Y. (2010). Diaspora dan hibriditas dalam roman Salah Asuhan karya Abdoel.

Triani, F. Y., Yuwana, S., & Handayaningrum, W. (2020). Hibriditas dalam pelestarian pertunjukan folklore Reyog Obyog di kabupaten Ponorogo. Sosial Budaya, 17(1), 1-11. http://dx.doi.org/10.24014/sb.v17i1.9489.




DOI: https://doi.org/10.21831/imaji.v21i1.62982

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Supervised by

RJI Main logo


Our Journal has been Indexed by:

       

 Creative Commons License

website statistics View My Stats