ETNOSENTRISME DAN POLITIK REPRESENTASIDI ERA OTONOMI KHUSUS PAPUA
Heru Nugroho,
Mudiono .,
Abstract
Ketika terjadi perubahan konstelasi politik nasional yang ditandai olehberakhirnya rezim pemerintah Orde Baru, maka di Papua pun terjadi dinamika politiklokal yang signifikan. Pemerintah pusat kemudian memberikan Otonomi Khusus sebagaisebuah kompromi politik atas tuntutan gerakan Papua Merdeka. Dalam perkembanganlebih lanjut, era Otonomi Khusus ini menyedorkan berbagai fakta dan permasalahanyang kompleks, terutama ketika isu etnosentrisme dan merebaknya praktik politikrepresentasi di kalangan segenap elite Papua.Studi ini berusaha mencari penjelasan di seputar isu etnosentrisme dan politikrepresentasi tersebut dengan pendekatan kualitatif. Beberapa temuan studi ini antaralain bahwa etnosentrisme masih menguat di Papua. Praktik etnosentrisme ituberlangsung pada ranah politik, birokrasi, dan sosial-ekonomi. Dalam ranah politik,praktik etnosentrisme berlangsung dalam dinamika politik kepartaian, terutama padaevens Pilkada. Dalam birokrasi yang masa sebelumnya lebih banyak didominasi olehsumber daya dari luar, kemudian muncul gejala papuanisasi sektor birokrasi denganmengambil momentum Otonomi Khusus. Dalam ranah sosial, etnosentrisme tampak padaterbelahnya citra orang Papua daratan dan orang Papua gunung. Dikotomi ini kemudiandieksploatasi oleh segenap elite politik lokal untuk merebut kekuasaan dalam arenakontestasi politik, yaitu Pilkada.Praktik politik representasi sering dilakukan oleh segenap elite politik Papuadalam dinamika politik lokal. Politik pengatasnamaan rakyat ini pun lantas menjadigejala yang marak melalui permainan bahasa politik para elite politik lokal. Para eliteitu berusaha merepresentasikan realitas rakyat jelata tetapi atas konstruksi dan frameelite, dan sekaligus di balik itu demi kepentingan elite itu sendiri. Mereka selalu bicarabahwa rakyat ingin ini dan itu, sehingga apa yang direpresentasi tentang realitaskebutuhan rakyat itu tidak lain adalah kepentingannya sendiri.Resistensi rakyat Papua atas praktik politik representasi itu diwujudkan dalamberbagai bentuk tindakan protes melalui unjuk rasa agar elite politik mengembalikanOtonomi Khusus kepada pemerintah pusat, karena selama ini tidak membawa dampakpositif bagi kesejahteraan rakyat. Namun sebagian besar warga Papua, terutama yangberada di daerah pedalaman tidak tahu bahwa Otonomi Khusus itu sebenarnya untukmereka, sehingga nasib mereka tetap tertinggal, terpinggirkan, dan tanpa bersuara.
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.