Metruk: menyuarakan karakter orang Jawa

Afendy Widayat, Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract


In the shadow play tradition, dalang often said with term of metruk for explain the mayang, both in performance or the other time. This problem is interest bacause dalang choose the Petruk as himself. In fact Cangik also used too. But dalang never expression mayang with nyangik term.
Metruk is exactly in the Javanese culture especially in the pedalangan. It is very relevance with three foundations of Javanese characterstic: etiquet (anoraga, sabar, longgar, etc.), prestice (perwira, dumawa, tanggon, etc.) and responsibility (wasis, wegig, kendel, kumandel, etc.).


Keywords


metruk, Javanese characteristic, and shadow play

Full Text:

PDF

References


Amir, Hazim, M.A. 1991. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Mudjanattistomo, dkk. 1977. Pedhalangan Ngayogyakarta. Jilid 1. Ngayogyakarta: Yayasan Habirandha

Mulyono, Sri. 1978. Wayang: Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta: Gunung Agung

Mulyono, Sri. 1982. Apa dan Siapa Semar. Jakarta: Gunung agung

Sedyawati, Edi dan Sapardi Djoko Damono,. 1982. Beberapa Perkembangan Kesenian Dewasa Ini. Jakarta: Fakultas Sastra UI

Suryadi, WS. 1984. Menuju Pembentukan Wayang Nusantara. Solo: Tiga Serangkai

Suseno, Frans Magnis. 1982. Kita dan Wayang. Jakarta: Lembaga Penunjang Pembangunan nasional




DOI: https://doi.org/10.21831/kejawen.v2i1.70468

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2024 Kejawen

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Indexed by: