MENYAMBUT PENDIDIKAN HUMANIORA : BEBERAPA CATATAN TENTANG SASTRA DAN PENGAJARANNYA

Suminto A. Sayuti,

Abstract


Di antara kita sering timbul pernyataan-pernyataan yang bernada

sumbang serta agak meremehkan dan mengejek bahwa karya sastra hanyalah merupakan hasil angan-angan dan khayalan para sastrawan; para sastrawan yang dinilai tidak mermpunyai pekerjaan, kecuali hanya melamun, berkhayal. Dengan demikian bagi mereka yang melecehkan sastra, hasil kerja para sastrawan

tersebut tentu saja tidaklah realistik, bahkan sama sekali tidak menggambarkan kehidupan sehari-hari yang sesungguhnya. Anggapan seperti itu bertambah parah manakala ditambah dengan pembicaraan tentang seniman (inklusif sastrawannya), yang dibayangkan sebagai profil atau figur seorang tokoh yang serba 'kumal' dan 'jorok', yang hidup tanpa aturan dan seenak perut sendiri, yang hanya sibuk lalu-Ialang ke sana ke mari atau bergerombol dengan sesamanya sambil mengobrol 'menunggu datangnya ilham'. Oleh karena itu, sering timbul pula pertanyaan-pertanyaan seperti; Apakah kita perlu membaca karya sastra, bahkan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh? Apakah hal itu bukan merupakan pekerjaan yang sia-sia belaka,

yang tidak bermanfaat dan hanya memboroskan waktu tanpa hasil apa pun? Bukanlah sebiji novel hanya pantas dibaca mana kala kita duduk di halte menunggu bis datang, atau dalam kereta api jarak jauh, atau di ruang antre dokter untuk menunggu giliran dipanggil ? Dst. dst.

Semen tara itu, di pihak yang lain timbul pula anggapan yang kuat bahwa seorang pembaca karya sastra yang 'dewasa' akan menernukan kebahagiaan tersendiri manakala membaca karya sastra. Bukankah karya sastra memberikan kenikmatan tersendiri itu? Bukankah yang kita kejar dalam hidup ini adalah kebahagiaan dan kenikmatan itu, dan sastra menyediakannya? Betapa bodoh orang yang berpendapat bahwa sastra itu tidak bermanfaat. Mukti Ali, bekas menteri agama kita, pernah bilang bahwa hidup tanpa seni adalah kasar, dan sastra itu termasuk seni. Dengan demikian, sastra dapat mernperhalus perilaku kita dalam kehidupan. Mengapa demikian? Sebab sastra merangsang kita untuk lebih memahami dan menghayati kehidupan yang hanya sejenak ini. Sastra tidak pernah atau bukan merumuskan kehidupan, dan juga tidak mengabstraksikannya, akan teeapi menampilkan kehidupan itu sendiri kepda kita. Kehidupan yang imajinatif, tapi bukan khayalan.


Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.7454

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




 

Social Media:

     


 

 Creative Commons License
Jurnal Cakrawala Pendidikan by Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan UNY is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Based on a work at https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/index.

Translator
 
 web
    analytics
View Our Stats