Komunitas Waria dan Politik Moralitas Pemerintah Orde Baru di Jakarta Tahun 1968-1998
Abstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi kehidupan komunitas waria di Jakarta, menganalisis komunitas waria di tangan Gubernur Ali Sadikin, dan praktik politik moralitas yang diterapkan pemerintah Orde Baru untuk membatasi ruang gerak komunitas waria di Jakarta Tahun 1968-1998. Penelitian ini akan disajikan dengan menggunakan metode historis sebagai landasan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner dari ilmu-ilmu sosial, yaitu studi gender, sosial, dan kultural, sehingga metode sejarah didukung dengan teori gender, sosiologi, dan antropologi. Ketiga pendekatan ilmu sosial tersebut dianggap cocok untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa komunitas waria terjadinya kesenduan di Jakarta tahun 1968-1998. Komunitas waria mendapatkan perhatian khusus pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1968. Gubernur Ali Sadikin selalu mengikutsertakan komunitas waria sebagai partisipasi pameran Jakarta Fair dengan menari, menyanyi, dan sulap pada tahun 1968. Komunitas waria mengalami keredupan dalam eksistensinya dengan adanya politik moralitas yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1974. Komunitas waria mendapatkan perlakuan intoleransi dari masyarakat dengan diterapkannya politik moralitas yang dilakukan. Politik moralitas yang diterapkan pemerintah Orde Baru membentuk konsep ideologi gender maskulinitas dan feminitas yang mengatur masyarakat Indonesia dalam berpakaian dan bertingkah laku. Pemerintah menerapkan Gerakan Disiplin Nasional (GDN) untuk merazia komunitas waria yang melakukan nyebong di pinggir jalan dan rel kereta api.
Kata Kunci: Komunitas Waria, Ali Sadikin, Pemerintah Orde Baru, Politik Moralitas.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/mozaik.v15i2.71521
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.