HEGEMONI KEKUASAAN TERHADAP SENI PEDALANGAN
Abstract
Tulisan ini akan menguraikan pokok bahasan relasi antara kekuasaan dan kesenian. Permahaman ini menyangkut bentuk afiliasi antara dalang wayang kulit (seniman) dengan pihak penguasa dalam hal ini adalah pemerintah atau negara (state). Aspek sub-bidang kajian ini adalah pertunjukan wayang kulit Jawa yang cukup mengental dengan kehidupan budaya masyarakat Jawa.
Kajian hegemoni kekuasaan terhadap seni pedalangan akan terarah jika harus melihat secara lurus pada tawaran Gramsci yang menyebutkan bahwa hegemoni memberikan definisi terhadap konsep politik dan konsekwensi pada tugas yang harus diemban oleh partai politik. Dalam hal ini partai politik harus mampu mengelola instrumen hegemoni untuk mengelabuhi masyarakat luas agar menjadi patuh dan mau dikuasai oleh partai politik tersebut. Seperti langkah-langkah yang diambil oleh partai Golkar sebagai kendaraan politik rezim penguasa Orde Baru yakni dengan mengelola pertunjukan wayang sebagai wadah ekspresi sosial dan interaksi antara penguasa dan rakyat. Sebelum wadah ini efektif dan memadai, maka instrumen yang seni pedalangan harus dihegemoni terlebih dahulu. Bentuk kesenian beserta dalang dan komunitasnya harus ditaklukkan, agar semua pesan dan doktrin penguasa terhadap kesenian dapat tercapai. Kesenian benar-benar dapat menjadi kuda emas, yakni kendaraan politik yang manis dan jitu untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Kata kunci: wayang, seni pedalangan, dan hegemoni
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/imaji.v7i2.6635
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Supervised by
Our Journal has been Indexed by:
View My Stats