PENCIPTAAN TARI “WONG IRENG” GAGASAN KREATIF DARI DONGENG RAKYAT
Okky Bagas Saputro, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Indonesia
Abstract
Daerah Kemadang memiliki satu cerita rakyat “Wong Ireng” yang masih misteri bagi masyarakat luas Kemadang apalagi Gunungkidul. Legenda Wong Ireng menurut tokoh masyarakat setempat bermula dari Prabu Brawijaya sedang anjangsana ke wilayah pantai Selatan Gunungkidul, di daerah Kemadang dihadang gerombolan manusia tubuhnya berambut hitam terlihat seperti manusia hutan yang beringas. Terjadi pertempuran dengan pasukan Majapahit yang berhasil menaklukan Wong Ireng. Atas kebijakan Prabu Brawijaya, Wong Ireng dimanfaatkan sebagai pasukan lain dengan melatih menjadi ahli perang untuk menjaga wilayah pantai Selatan. Penciptaan tari “Wong Ireng” akan memperkaya tari rakyat Gunungkidul, hasil kerja bareng antara seniman akademik dengan seniman seni rakyat. Koreografinya berpijak pada tari Jathilan, Reog dan Dhudher serta tari rakyat lainnya yang sudah ada di Gunungkidul dan tari Buto Grasak yang berasal dari Sleman yang energik, beringas, kasar dan ditambahkan akrobatik. Mengacu dari interpretasikarakter Wong Ireng dalam legenda.
Kata kunci: penciptaan tari, legenda, wong ireng
“WONG IRENG” DANCE CREATION AS CREATIVE IDEAS OF A FOLKTALE
Abstract
In Kemadang, there is a folktale called “Wong Ireng” which is still a mystery to the people of Kemadang, especially the people of Gunungkidul. The legend of Wong Ireng according to local public figure started when Prabu Brawijaya visited the southern beach of Gunungkidul. In Kemadang, he was stopped by a group of people covered in black hair, looking like savage forest people. A battle took place and Majapahit soldiers managed to defeat Wong Ireng. At Prabu Brawijaya’s behest, Wong Ireng were forgiven and used as an army by training them to be warriors protecting the southern beach. The creation of “Wong Ireng” dance can enrich Gunungkidul folk dance. It is the collaboration result of academic artists and folk dance artists. The choreography is based on Jathilan, Reog, and Dhudher or other existing folk dances in Gunungkidul and energetic, savage, rough, and acrobatic Buto Grasak dance from Sleman. It is based on the interpretation of the legend of Wong Ireng.
Keywords: dance creation, legend, Wong Ireng
Full Text:
PDFReferences
Erny Anggraeni. Alih Wahana Dalam Tradisi Lisan Mitos Panggung Krapyak Pada Karya Video Mapping Raphael Donny “Alas Krapyak” artikel dalam Jurnal DEKAVE VOL.9, NO.1, 2016
Damono, Sapardi Djoko, 2012. Alih Wahana. Editum: tanpa kota penerbit
Hadi, Sumandiyo, 2016. Koreografi Bentuk-Teknik-Isi. Cipta Media: Yogyakarta
Hawkins, Alma M., 1991. Bergerak Menurut Kata Hati. Diterjemahkan oleh: I Wayan Dibia, 2003. Ford Foundation dan MSPI: Jakarta.
Kusumo, Sardono W. 2004. Hanoman, Tarzan Homo Erectus.ku/bu/ku: Jakarta
Kusumo, Sardono W. 1987. Masyarakat Dayak dan Hutan di Kalimantan ” Kerudung Asap di Kalimantan”, tanpa penerbit: Jakarta
Lindsay, Jennifer,1991. Klasik Kitsch Kontemporer Studi Tentang Seni
Pertunjukan Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Martono, Hendro, Koreografi Lingkungan Memperkaya Metode Penciptaan Tari di Indonesia di Volume 27, Nomor 2, Juli 2012 p 111 - 118
Martono, Hendro, 2012. Koreografi Lingkungan: Revitalisasi Gaya Pemanggungan dan Penciptaan Seniman Nusantara, Cipta Media: Yogyakarta.
Martono, Hendro, 2014. Ruang Berkesenian dan Pertunjukan. Cipta Media: Yogyakarta.
Purwadi, 2013. Prabu Brawijaya: Raja Agung Binathara Ambeg Adil Paramarta. ORYZA: Yogyakarta
Siswadi, Nirmana Nada Bertautan: Alih Wahana Rupa menjadi Bunyi dalam Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 2, Juni 2013: 109 - 209
Samhis Setiawan. 2019. Pengertian Suku Bangsa – Ras, Perbedaan, Ciri, Klasifikasi, Faktor diposting pada 08/08/2019, diunduh 23 November 2019
Soedarsono, RM, 1999. Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata. MSPI & Arti.Line: Bandung
DOI: https://doi.org/10.21831/imaji.v18i2.39159
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Supervised by
Our Journal has been Indexed by:
View My Stats