Kode dan mitos dalam cerpen Ada Kupu-Kupu, Ada Tamu karya Seno Gumira Ajidarma
Maman Suryaman, UNY
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrisikan kelima kode Roland Barthes dan mitos dalam cerpen Ada Kupu-Kupu, Ada Tamu karya Seno Gumira Ajidarma. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan teknik baca catat. Hasil penelitian sebagai berikut. Kode teka-teki yang ada yaitu tentang siapa tamu yang akan datang, apakah semua yang indah akan membawa keberuntungan, dan pernyataan tokoh utama “Kenapa tidak? Tamu memang tidak harus manusia.” di akhir cerita. Kode konotatif yang ditemukan yaitu tentang pergrseran makna dari frasa kupu-kupu jelek yang diartikan sebagai pembawa bencana. Kode simbolik dalam cerpen ini adalah warna biru yang menjadi simbol ketenangan. Kode aksian ditemukan enam bagian yang saling berkaitan. Kode budaya yang muncul dalam cerpen ini berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan dan kebiasaan masyarakat perumahan. Mitos ditemukan pada bagian judul dan beberapa percakapan antar tokoh. Mitos tersebut berkaitan dengan kepercayaan tentang kupu-kupu dan kehadiran tamu.
Codes and myths in the short story Ada Kupu-Kupu, Ada Tamu
This study aims to describe the five codes of Roland Barthes and the myths in the short story ada kupu-kupu, ada tamu by seno gumira ajidarma. This type of research is qualitative descriptive research. The data collection technique is the read and record technique. The findings are as follows. The puzzle code is about who the guests will be, whether all the beautiful ones will bring good luck, and the main character's statement "Why not? Guests don't have to be human." at the end of the story. The connotative code found is about the meaning of the phrase ugly butterfly which is interpreted as a disaster bearer. The symbolic code in this short story is the color blue which becomes a symbol of tranquility. The code of action found six interrelated parts. The cultural code that appears in this short story deals with the values of life and customs of residential communities. Myths are found in the title section and some conversations between characters. The myth has to do with beliefs about butterflies and the presence of guests.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Ajidarma, S. G. (2016). Negeri kabut. Grasindo
Barthes, R. (2017). Elemen-elemen semiologi. Basabasi.
Latifah, H. (2020). Analisis semiotik dalam cerpen “Tak Ada Yang Gila di Kota Ini”. Jurnal Penelitian Humaniora, 25(2), 78-88. https://doi.org/10.21831/hum.v25i2.40209.
Maddualeng, A. (2009). Sistem kode cerpen Indonesia populer dalam kumpulan cerpen Damarcinna karya Bustan Basir Maras: Pendekatan semiotika Roland Barthes. SAWERIGADING, 15(2), 245-260.
Naura, N. J., & Khaerunnisa, K. (2021). Sistem kode dalam cerpen Ke Hutan KaryaYosep Rustandi sebuah kajian semiotik Roland Barthes. Journal Educational of Indonesia Language, 2(2), 36-44. https://doi.org/10.36269/jeil.v2i2.604.
Santosa, P. (2013). Ancangan semiotika dan pengkajian susastra. Angkasa.
Teeuw, A. (2015). Sastra dan ilmu sastra. Dunia Pustaka Jaya.
DOI: https://doi.org/10.21831/hum.v28i2.56201
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
p-ISSN: 1412-4009 || e-ISSN: 2528-6722
Indexed by:
Jurnal Penelitian Humaniora by http://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.