IJTIHAD SAHABAT DI TENGAH PERGUMULAN TRANSFORMASI PEMIKIRAN HUKUM
Abstract
Ijtihad merupakan dasar hukum yang ketiga sesudah al-Qur’an dan as-Sunnah. Meski demikian kadang ada yang mempertanyakan atau bahkan mempertentangkan tentang nilai akurat dan validitasnya. Terlepas dari berbagai tanggapan atau argumen masing-masing para tokoh hukum Islam, ada baiknya kita menengok setting kehidupan para sahabat ketika mereka melakukan sesuatu hal yang berkaitan dengan legalitas ijtihad di tengah kebutuhan akan kepastian hukum atas sesuatu perkara yang muncul di setiap waktu dalam kehidupan yang sarat akan perkembangan dan perubahan.
Sepeninggal Rasulullah berbagai perkembangan dan perubahan dalam kehidupan ini semakin mengisyaratkan perlunya ijtihad. Berbagai persoalan yang sangat kompleks bermunculan, sehingga memerlukan kepastian hukum, karena akan diterapkan untuk kehidupan ummat Islam yang sesuai dengan Syariat Islam. Oleh karena itu, perlu juga ummat Islam memahami hukum dari aspek historis. Ijtihad di zaman sahabat telah dicontohkan oleh para sahabat, seperti: Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan Ali bin Abi Thalib.
Masing-masing sahabat pun memiliki kecenderungan maupun orientasi yang khas tentang pemikirannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh sikap mental dan ketajaman pola pikir mereka. Namun demikian perbedaan tersebut tidaklah menjadi pertentangan, sebaliknya semua perbedaan itu justru dijadikan sebagai landasan untuk bersikap lebih arif. Rasulullah sesungguhnya telah mengisyaratkan tentang perbedaan di kalangan ummat Islam justru akan membawa rahmat.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/hum.v6i1.3810
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c)
Supervised by
Our Journal has been Indexed by
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum by http://journal.uny.ac.id/index.php/humanika is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.