Geografi maskulin telah mendominasi pemikiran geografi hingga dekade 90 an ditengah gegap gempitanya paham positivistik. McDowell dan Doreen (1996), bahwa ilmu spasial yang cenderung positivistik didukung oleh rasionalitas maskulin. Kajian geografis seharusnya menolak rasionalitas demikian bahkan dituntut untuk sensitif terhadap distribusi hubungan kekuasaan dalam proses penelitian. Geografi positivistik diakui memiliki kelemahan untuk menjelaskan tentang aktifitas maupun perilaku sosial, budaya, dan ekonomi manusia secara detail. Manusia adalah makhluk kompleks yang tidak selalu berpikir dan berperilaku linier sehingga dengan mudah dibuat sebagai model sebagaimana sering diterapkan pada pemikiran positivistik. Geografi yang menfokuskan kajian tentang manusia mengusulkan untuk adopsi analisis geografis yang sensitif agar mampu menangkap kehidupan manusia yang kompleks secara mendalam. Pemikiran post-positivistik dalam studi kualitatif menjadi alternatif analisa yang didukung oleh geograf feminis.