DUALISM: KOCH’S ENTERPRISE ON AUSTRALIA’S IDENTITY
Abstract
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan perubahan nilai yang terjadi diAustralia sebagaimana yang tercermin dalam salah satu karya besar Australia yangberjudul The Year of Living Dangerously karya Christopher J. Koch. Palingtidak, secara garis besar, terdapat dua perubahan nilai besar dalam sejarah nasionalAustralia, yaitu pada akhir tahun 1800-an dan pertengahan tahun 1960-an. Nilainilaiitu berupa pandangan nasionalisme bangsa Australia yang antara laintercermin dalam pencairan jati diri bangsa. Apabila pada tahun 1800-an kiblatmereka ke Inggris, tahun 1960-an bergeser ke Asia, dan tentu saja ke Indonesiasebagai negara tetangga terdekat sebagaimana setting novel tersebut. Hal initerjadi karena pada hakikatnya secara sosio-kultural dan historis antara Australiadan Indonesia adalah sama, yaitu sebagai negara poskolonial.Karya sastra bagaimana pun juga tentu mencerminkan kehidupan danpandang-an kehidupan bangsa sebagaimana yang ter-representasikan dalam karyatersebut. Demikian pula halnya dengan Koch lewat karya yang dibicarakan dalamtulisan ini. Australia secara biologis merupakan negara Barat (Eropa) namunsecara geografis, Timur (Asia). Menyadari hal ini para penulis kontemporerAustralia, termasuk Koch, mencoba untuk meredefinasikan jati diri mereka.Menurut Koch, sebagaimana terungkap dalam novel ini, jati diri Australia adalahjati diri ‘blasteran’ antara Asia dan Eropa. Gagasan Koch ini tentu saja diperolehsetelah dilakukan analisa teks berdasarkan pandangan teori poskolonial sertaberdasarkan sejarah perkembangan bangsa Australia itu sendiri. Untuk mencapaigagasannya itu, Koch memanfaatkan sarana sastra metapor/alegori dalam bentukdualisme yang diwujudkan dalam hampir seluruh aspek penceriteraan, sepertisetting ceritera, judul, teknis penceriteraan dan tokoh ceritera. Yang paling unikadalah bahwa pola struktur ceritera novel ini berdasarkan struktur ceritera wayangkulit, dan Koch mengambil ceritera ‘Rama Nitis’. Disini, gagasan dualisme terasahadir pula sebab dalam ceritera ini dua epos besar disatukan. Dengan demikian,nampak pula bahwa Koch sudah mulai meninggalkan tradisi Barat—dengan tidakmenggunakan mitos Romawi-Yunani dalam alegorinya—dan mulaimenunjukkan pengakuannya sebagai bagian bangsa Timur—denganmemanfaatkan budaya Indonesia (baca Asia) berupa Wayang kulit dalamnovelnya. Tokoh protagonis Koch pun merupakan tokoh alegoris yang terbelahantara Barat dan Timur. Kwan yang bernampilan fisik Asia (Cina) itu adalah wargaAustralia dengan darah campuran Asia dan Eropa. Hamilton yang bermata birudan berambut pirang dan tinggi semampai adalah warga Australia yang berdarahEropa tapi lahir dan dibesarkan di Asia. Secara alegoris, mereka adalah Australiaitu sendiri.Kata kunci : poskolonial (post-colonial), blasteran (hybridity), jati diri bangsa(national identity)
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.21831/diksi.v13i2.6476
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 1970 DIKSI
Jurnal Diksi is published by Faculty of Languages, Arts, and Culture, Universitas Negeri Yogyakarta. It is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Based on a work at http://journal.uny.ac.id/index.php/diksi
Our Journal has been Indexed by:
Diksi Journal is published by the Faculty of Languages, Arts, and Culture Universitas Negeri Yogyakarta in collaboration with Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI)
Supervised by: